Minggu, 15 Januari 2012

Siksa Kubur Menurut Hadits



A.    Pendahuluan
Adanya fitnah kubur atau pertanyaan di alam barzakh sehingga berakibat adanya siksa dan kenikmatan yang bisa dirasakan orang di dalamnya merupakan keyakinan yang tetap dalam akidah Ahlus Sunnah wa Al-Jama’ah. Namun, kelompok Mu’tazilah tidak meyakini adanya hal ini lantaran dasar madzhab mereka yang rusak, yaitu hadits ahad tidak bisa dijadikan landasan dalam akidah. Akibatnya, mereka tidak percaya adanya fitnah atau azab kubur.
Dalam hal ini mereka jatuh dalam dua kesalahan. Pertama, teori bahwa hadits ahad tidak bisa dijadikan landasan dalam akidah tidaklah benar. Keyakinan Ahlus Sunnah menetapkan bahwa hadits ahad mulai dari yang masyhur, ’aziz sampai yang gharib sekalipun tetap bisa dijadikan landasan dalam keyakinan selama statusnya shahih atau hasan.
Kesalahan kedua adalah anggapan mereka bahwa hadits tentang azab kubur itu tidak mutawatir. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata hadits-hadits yang menyebutkan adanya azab kubur mencapai jumlah mutawatir secara makna, meski tidak mutawatir secara redaksi.
Para ulama dan ahli hadits yang menegaskan bahwa hadits-hadits tentang azab kubur itu mutawatir:
1.      Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr mengatakan, “Telah mutawatir datangnya atsar-atsar dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tentang haudh (telaga) dan ahlus sunnah pendukung kebenaran - merekalah Al-Jamaah - mengimaninya dan membenarkannya. Demikian pula halnya dengan atsar-atsar tentang syafaat dan azab kubur.[1]
2.      Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa mengatakan, “Adapun hadits-hadits tentang azab kubur dan pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir adalah banyak dan mutawatir datangnya dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.”[2]
3.      Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, “Telah mutawatir datangnya hadits-hadits tentang azab kubur dan mohon perlindungan darinya dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.”[3]
4.      Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi dalam kitabnya Syarh Aqidah Ath-Thahawiyyah mengatakan, “Telah mutatawatir datangnya khabar dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tentang penetapan azab kubur dan nikmat kubur bagi siapa saja yang berhak mendapatkannya. Demikian pula pertanyaan dari dua malaikat, maka wajiblah mengimani hal tersebut dengan meyakini keberadaannya dan kita tidak membicarakan bagaimana bentuknya karena akal tidak mampu menjangkau gambarannya karena tidak ada contohnya di alam dunia ini.[4]
5.       Al-Allamah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan dalam kitab Ar-Ruh, “Adapun hadits-hadits tentang azab kubur dan pertanyaan dua malaikat Munkar dan Nakir adalah banyak, mutawatir dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.”[5]
6.       Al-Hafizh As-Suyuthi dimana dia memasukkan hadits tentang pertanyaan kepada mayyit di dalam kubur sebagai hadits mutawatir, dan dia menyebutkan ada 27 orang yang meriwayatkan hadits tersebut.[6]
7.       Muhammad bin Thulun Ash-Shalihi, seorang ahli hadits dan sejarah murid As-Suyuthi dan juga seorang ahli hadits dalam kitabnya At-Tahrir Al-Murassakh fii Ahwal Al-Barzakh[7] mengatakan, “Bab: Fitnah kubur dan pertanyaan dua malaikat. Telah mutawatir hadits tentang hal itu dari Anas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Umar bin Al-Khaththab, Utsman bin Affan, ‘Amr bin Ash, Mu’adz bin Jabal, Abu Ad-Darda`, Abu Rafi’, Abu Sa’id Al-Khudri, Abu Qatadah, Abu Hurairah, Asma` dan Aisyah.”
8.       Al-Muhaddits Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya Silsilatu Al-Ahadits Ash-Shahihah juz 1, hal. 295 mengatakan, “Ada banyak pelajaran dan kesimpulan dalam hadits-hadits ini,[8] saya sebutkan beberapa yang terpenting antara lain, 1) penetapan adanya azab kubur dan hadits-hadits tentang hal itu adalah mutawatir sehingga tidak ada tempat buat ragu terutama bagi mereka yang beralasan bahwa hadits-hadits tentang hal ini adalah ahad…..”


B.     Pembahasan
Adapun hadith-hadith tentang siksa kubur adalah sebagai berikut: Pertama, Hadith Al-Bara` bin ‘Azib RA. Hadits ini sangat panjang terdapat dalam beberapa kitab induk. Versi ringkasnya terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, no. 1369 dan dalam Shahih Muslim, no. 2871[9] (kitab: Al-Jannah wa Shifati Na'iimiha wa Ahliha, bab: "'Aradh Maq'adil Mayyit minal Jannati wa An-Naar wa Itsbat 'Adzaabil Qabri"). Keduanya bersumber dari dua orang sahabat Nabi SAW, yaitu Al Bara` bin ’Azib dan Sa’d bin ’Ubadah. Dalam riwayat Muslim Rasulullah SAW menyebutkan bahwa ayat dalam surah Ibrahim ayat 27 turun berkenaan dengan siksa kubur,
àMÎm6sVムª!$# šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ÉAöqs)ø9$$Î/ ÏMÎ/$¨V9$# Îû Ío4quŠptø:$# $u÷R9$# Îûur ÍotÅzFy$# (

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat

Versi detil hadits Al-Bara` disebutkan antara lain dalam Sunan Abi Daud, Sunan Ibnu Majah, Sunan An-Nasa`i, Musnad Ahmad, Al-Mustadrak karya Al-Hakim dan lain-lain. Di sana disebutkan gambaran jelas bagaimana keadaan seorang mukmin dan munafik atau kafir ketika telah dibaringkan di kuburnya akan didatangi oleh dua malaikat. Hadits versi lengkap ini disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawa`id, no. 4266, juz 3 hal. 170, cetakan Dar Al-Fikr).
Kedua, Hadits Anas bin Malik. Muslim meriwayatkan, ”Abd bin Humaid menceritakan kepada kami, Yunus bin Muhammad menceritakan kepada kami, Syaiban bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba jika diletakkan di dalam kuburnya dan ditinggalkan oleh pengantarnya- dan dia mendengar suara sandal mereka. Rasulullah SAW bersabda, ”Lalu ia didatangi oleh dua malaikat dan didudukkan, lalu keduanya menanyainya: ’Apa yang kamu ketahui tentang perihal orang ini, maksudnya Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam- , maka orang mukmin akan menjawab: saya bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Lalu dikatakan: “Lihatlah kepada tempat dudukmu dari neraka, Allah telah menggantikannya untukmu tempat duduk syurga, lalu ia melihat kepada keduanya sekaligus.” (HR. Muslim no. 2870).


Ketiga, Hadits Abu Sa’id Al-Khudri. Ini terdapat dalam Musnad Ahmad (no. 11013) dan musnad Al-Bazzar (Majma’ Az-Zawa`id, no. 4263). Berikut sanad Ahmad, “Abu ‘Amir menceritakan kepadaku, ‘Ibad (yaitu bin Rasyid) menceritakan kepada kami, dari Daud bin Abu Hind, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda,
يا أيها الناس إن هذه الأمة تبتلى في قبورها فإذا الإنسان دفن فتفرق عنه أصحابه جاءه ملك في يده مطراق.....(الحديث)
“Wahai manusia, sesungguhnya umat ini akan diuji di kuburnya. Ketika seseorang sudah dikuburkan dan ditinggal oleh para pengantar, maka akan ada malaikat yang mendatanginya sambil membawa palu…..(sampai akhir hadits)
          Sanad hadits ini dianggap hasan oleh Syekh Syu’aib Al-Arnauth dalam tahqiqnya terhadap Musnad Ahmad.
Keempat, Hadits Jabir bin Abdullah RA. Terdapat pula dalam Musnad Imam Ahmad (no. 14764) dan disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawa`id, no. 4264 yang mengatakan diriwayatkan pula oleh Ath-Thabarani dalam Al-Awsath.
Berikut sanad Ahmad, “Musa bin Daud menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi’ah menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zubair, dia bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang dua malaikat penanya di kubur. Jabir berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya umat ini akan diuji dalam kuburnya. Bila seorang mukmin sudah dimasukkan ke dalam kuburnya dan para pengantarnya sudah pulang, maka datanglah malaikat yang sangat sangar bentakannya……(sampai akhir hadits).”
          Dalam sanad hadits ini ada Ibnu Lahi’ah yang dianggap dha’if oleh sebagian besar ulama, tapi karena dia diperkuat oleh sanad lain maka hadits ini dianggap shahih oleh Syu’aib Al-Arnauth.
Kelima, Hadits Aisyah RA. Dalam shahih Muslim, Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, keduanya dari Jarir, Zuhair berkata, Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Abu Wa`il, dari Masruq, dari Aisyah yang berkata, “Ada dua orang nenek tua dari kalangan Yahudi Madinah masuk menemuiku dan berkata, ‘Sesungguhnya penghuni kubur itu diazab dalam kubur mereka.’ Aku (Aisyah) mendustakan mereka dalam hal ini karena memang tidak mau percaya begitu saja kepada mereka. Mereka berdua akhirnya keluar, dan masuklah Rasulullah SAW kepadaku langsung aku tanyakan, ‘Wahai Rasulullah, dua orang nenek Yahudi tadi masuk kepadaku dan mengatakan bahwa penghuni kubur itu diazab dalam kubur mereka.
Rasulullah SAW bersabda, “Mereka benar, sesungguhnya penghuni kubur itu diazab dengan siksaan yang bisa didengar oleh binatang.” (shahih Muslim, no. 586, juga terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, no. 6366). Dalam hadits Aisyah ini jelas Rasulullah SAW mengatakan adanya azab kubur.
Keenam, Hadits Asma` binti Abu Bakr RA. Hadits ini terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, no. 1373, kitab Al-Jana`iz, bab: Maa Jaa`a fii ‘Adzaabi Al-Qabri. Al-Bukhari berkata, ”Yahya bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, katanya, Yunus mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Syihab, Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Asma` binti Abu Bakr –radhiyallahu ’anhuma- berkata, ”Rasulullah SAW memberikan khutbah lalu menyebutkan tentang fitnah kubur yang akan dialami oleh manusia. Ketika beliau menyebutkan hal itu kaum muslimin (yang mendengar)pun gemetar ketakutan.”
Bayangkan orang-orang yang beriman gemetar ketakutan mendengar itu dari Rasulullah SAW, lalu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang tidak percaya kepada adanya azab kubur ini?? Na’udzu billah min dzaalik!
Ketujuh, Hadits Ummu Mubasysyir RA. Terdapat dalam musnad Ahmad, no. 27089, Ahmad berkata, ”Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, Al-A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Ummu Mubasysyir, dia berkata, ”Bani Najjar masuk menemui Rasulullah SAW dan waktu itu aku berada di salah satu perkebunan milik Bani Najjar, di sana ada kuburan mereka yang mati di masa jahiliyah. Rasulullah SAW mendengar ketika mereka (penghuni kubur itu) sedang diazab, lalu beliau bersabda, ”Berlindunglah kalian kepada Allah dari azab kubur.”
Aku (Ummu Mubasysyir) berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah mereka sedang disiksa di kubur mereka?” Beliau menjawab, ”Ya siksaan yang bisa didengar oleh binatang.” Hadits ini dianggap shahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 1444 dan juga oleh Syu’aib Al-Arnauth.
Kedelapan, Hadits Ibnu Abbas RA. Terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, no. 1378, Al-Bukhari berkata, ”Qutaibah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy, dari Mujahid, dari Thawus, Ibnu Abbas berkata, Nabi SAW melewati dua buah kuburan lalu beliau bersabda, ”Kedua penghuni kubur ini sedang disiksa, padahal mereka disiksa bukan lantaran dosa besar. Yang pertama disiksa lantaran suka mengadu domba, yang kedua disiksa lantaran tidak bersih mencuci kencing.” Kemudian Rasulullah SAW mengambil batang kurma basah dan mematahkannya menjadi dua lalu meletakkan di atas kedua pusara itu sambil berkata, ”Semoga ini bisa mengurangi azab mereka selama belum kering.”
Kesembilan, Hadits Ibnu Umar RA Yaitu cerita tentang orang-orang kafir Quraisy yang dimasukkan ke dalam lubang kuburan pasca perang Badar, Rasulullah SAW sempat berkata kepada mereka, ”Wahai Fulan, Fulan dan Fulan, bukankah telah kalian dapatkan sekarang bahwa yang dijanjikan Tuhan kalian itu benar?”
Hadits ini terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Menunjukkan bahwa mereka yang mati itu setelah dimasukkan ke dalam kubur sedang disiksa dalam kubur mereka. Makanya Al-Bukhari memasukkannya dalam kitab tentang Azab Kubur.
Kesepuluh, Hadits Abu Hurairah RA. Ini adalah hadits yang terkenal salah satunya dalam Shahih Al-Bukhari, no. 1377 dimana Rasulullah SAW berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur, dari azab neraka, dari fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”
Kesebelas, Hadits Abu Ayyub RA. Hadits ini juga ada dalam Shahih Al-Bukhari, no. 1375, dimana Rasulullah saw bersabda, “Yahudi itu disiksa di kuburnya.”
Kedua belas, Hadits bintu Khalid bin Sa’id RA. Ini juga terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, no. 1376, Bintu Khalid pernah mendengar bahwa Nabi SAW berlindung dari azab kubur.
Kalau saja azab kubur itu tidak ada tentu Rasulullah SAW tidak perlu berlindung darinya.Banyangkan dalam Shahih Al-Bukhari saja ditemukan hadits ini dengan makna yang mutawatir, apalagi kalau kita mau menjelajahi kitab-kitab lain?! Sungguh orang-orang yang mengatakan bahwa hadits tentang azab kubur itu adalah hadits ahad ternyata orang-orang yang tidak mengerti ilmu hadits, atau malas mencari dalam kitab-kitab hadits!!
Ketiga belas, Hadits dari Abdullah bin Amr RA. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tak ada seorang muslim yang mati pada hari atau malam Jum’at kecuali akan dijauhkan oleh Allah dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad).
Sanad hadits di atas memang lemah, lantaran ada nama Hisyam bin Sa’d dan Rabi’ah bin Saif. Imam Ahmad, Ibnu Ma’in dan An-Nasa`i menganggap Hisyam ini dha’if. Sedangkan Rabi’ah bin Yusuf disifati oleh Ibnu Hajar, “jujur tapi punya banyak riwayat munkar (menyalahi yang lebih kuat).” Lagi pula ia tidak pernah mendengar hadits dari Ibnu ‘Amr langsung, sehingga haditsnya dari Ibnu ‘Amr dianggap munqathi’ (terputus).
Akan tetapi hadits ini punya banyak mutabi’ (penguat dengan sanad semua bersumber dari Ibnu ‘Amr ra). Salah satunya diriwayatkan oleh Imam Ahmad juga dari Suraij, Baqiyyah menceritakan kepada kami, dari Mu’awiyah bin Sa’id, dari Abu Qubail, dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash ra.
Sanad ini juga lemah karena Baqiyyah adalah seorang mudallis dan di sini ia tidak mengatakan dengan tegas bahwa ia mendengar dari Mu’awiyah, tapi ia menggunakan kata “dari” yang dalam ilmu hadits disebut ‘an’anah.
Tapi dalam riwayat lain masih oleh Imam Ahmad, kali ini dari Ibrahim bin Abi Al-Abbas yang menceritakan kepada Imam Ahmad, Baqiyyah menceritakan kepadaku, Mu’awiyah bin Sa’id At-Tujaibi menceritakan kepadaku, aku mendengar Abu Qubail Al-Mishri berkata, Aku mendengar Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash berkata….
Di sini jelas Baqiyyah menyatakan bahwa ia mendengar langsung dari Mu’awiyah, dengan begitu hilanglah hukum tadlis dan sanad ini menjadi kuat.
Penguat lain adalah riwayat Abdur Razzaq dengan sanad yang munqathi’ (terputus) juga dari Rabi’ah bin Saif. Dan ada dua riwayat yang mursal yaitu dari Ibnu Juraij, dari seorang pria dari Muththalib dari Abdullah bin Hanthab dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Sanad kedua dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Syihab.
Dari sini terlihat bahwa riwayat ini mempunyai dasar yang kuat sehingga minimal derajatnya hasan. As-Suyuthi menganggapnya hasan dalam Al-Jami’ Ash-Shaghir, dan Syekh Ahmad Syakir menganggapnya shahih dalam catatan kakinya atas Musnad Imam Ahmad. Sedangkan Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz mengatakan sanad hadits ini bila dikumpulkan akan menjadi hasan atau shahih.
Keempat Belas, Hadits Ibnu Mas’ud RA. Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Surah Tabaraka (Al-Mulk –pen) adalah pencegah siksa kubur.” (HR. Abu Syaikh dalam Thabaqaat Al-Muhadditsin bi Ashbahan, ketika menjelaskan biografi Abu Ya’qub Ishaq bin Ibrahim bin Jamil). Sanad: Abu Syaikh berkata, Ishaq menceritakan kepada kami, katanya, Ahmad bin Mani’ menceritakan kepada kami dari kitab ”Fadha`il Al-Qur`an”, katanya, Abu Ahmad Az Zubairi menceritakan kepada kami, katanya, Sufyan menceritakan kepada kami, dari ’Ashim, dari Zirr, dari Abdullah bin Mas’ud......”(Hadits ini dianggap hasan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 1140)
Kelima Belas, Hadits Fudhalah bin Ubaid RA. Hsadits dari Fudhalah bin Ubaid di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الَّذِيْ مَاتَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَإِنَّهُ يُنَمَّى لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَأْمَنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ
“Setiap yang mati maka habislah amalnya tapi tidak bagi murabith di jalan Allah. Pahalanya terus dikembangkan hingga hari kiamat dan tidak akan merasakan fitnah kubur.” (HR. Abu Daud, no. 2500, At-Tirmidzi, no. 1621. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 4562, Shahih At-Targhib, no. 1218).
Keenam Belas, Hadits Salman RA. Dari Salman ra, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
“Ribath sehari dan semalam, lebih baik daripada puasa dan shalat malam selama sebulan. Jika ia mati dalam tugas ribathnya itu, niscaya dia akan mendapat pahala terus di hari kiamat, dan juga rezki, serta akan aman dari fitnah (kubur).” (HR. Muslim, no. 1913).

Ketujuh belas, Hadits Rasyid dari salah seorang sahabat Nabi SAW. Dari Rasyid bin Sa’d, dari salah seorang sahabat Nabi SAW bahwa ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa orang-orang mukmin semua ditanya di kubur mereka kecuali orang yang mati syahid?” Beliau menjawab,
كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةٌ
“Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah.”  (HR. An-Nasa`iy, no. 2049. Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih At-Targhib, no. 1380, dan dalam Shahih Al-Jami’, no. 4483).
Ketujuh belas, Hadits Auf bin Malik Al-Asyja’i
          Yaitu hadits tentang doa shalat jenazah yang dibaca oleh Rasulullah SAW. Hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim, no. 963, An-Nasa’iy, no. 1979. Ada beberapa redaksi, berikut salah satunya,
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَاعْفُ عَنْهُ وَعَافِهِ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرَدٍ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah, ampunilah dia, sayangi dia, maafkan dia, selamatkan dia. Muliakan persinggahannya, perluas tempat masuknya, mandikan dia dengan air, salju dan embun. Bersihkan dia dari kesalahan sebagaimana dibersihkannya kain putih dari noda. Gantikan rumahnya dengan rumah yang lebih baik, keluarga yang lebih baik, istri yang lebih baik dan selamatkan dia dari fitnah kubur serta azab neraka.”
Dalam Sunan An-Nasa’iy disebutkan kata (وَ قِهِ عَذابَ القَبْرِ) (dan selamatkan dia dari siksa kubur).
Kedelapan belas, Hadits Abu Rafi’ ra. Hadits ini disebutkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dan Al-Bazzar sebagaimana disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Kasyf Al-Astar dari Abu Rafi’  ra yang berkata,
“Ketika aku bersama dengan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam di Baqi` Gharqad dan aku berjalan di belakang beliau, tiba-tiba beliau berkata, “Kamu tidak mendapat petunjuk dan tidak mau menerima petunjuk. Kamu tidak mendapat petunjuk dan tidak menerima petunjuk. Kamu tidak mendapat petunjuk dan tidak menerima petunjuk.” Abu Rafi’ berkata, “Ada apa dengan saya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukan kamu yang aku maksud tapi penghuni kuburan itu, dia ditanya tentang diriku tapi dia berkata tidak mengenalku.”
        Ternyata kuburan itu adalah kuburan yang disiramkan air ketika penghuninya dimakamkan.”[10]
        Al-Haitsami menyebutkannya dalam Majma’ Az-Zawa`id dan berkomentar, “Dalam sanadnya ada perawi yang tidak aku ketahui.”[11]
Berikut sanad Al-Bazzar: Muhammad bin Al-Mutsanna Abu Musa dan Muhammad bin Ma’mar menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Abu ‘Amir menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abdullah, dari ‘Abadil bin Ubaidullah bin Abu Rafi’, dari kakeknya, dari Abu Rafi’, dia berkata,
Sanad Ath-Thabarani: Al-Husain bin Ishaq At-Tustari menceritakan kepada kami, Yahya Al-Himmani menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Ibnu Al-Had, dari Abadil bin Ubaidullah bin Abu Rafi’, dari ayahnya, dari Abu Rafi’ yang berkata,
Tinjauan sanad:
 Muhammad bin Al-Mutsanna Abu Musa, merupakan perawi yang dipakai oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka serta penulis kitab sunan yang empat. Biografinya disebutkan oleh Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal 26/359, no. 5579. Abu Hatim menganggapnya shaduq dan Yahya bin Ma’in menganggapnya tsiqah.
 Muhammad bin Ma’mar Al-Bahrani, merupakan perawi al-kutub as-sittah, biografinya disebutkan oleh Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal 26/485, no. 5621 dan salah satu gurunya adalah Abu ’Amir Al-’Aqadi.
Al-Husain bin Ishaq At-Tustari, biografinya disebut secara ringkas oleh Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala` dan dia katakan “hafizh rahhal” (penghafal hadits yang banyak melakukan perjalanan).[12] Dalam Irsyad Al-Qadhi wa Ad-Dani disebutkan dia tsiqah hafizh.[13]
 Abu ‘Amir, dugaan terkuat dan layak dijadikan pegangan dia adalah Abdul Malik bin ‘Amr Al-‘Aqadi, karena meski dalam Tahdzib Al-Kamal saya tidak menemukan dia dalam daftar murid Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi, tapi ditemukan dalam daftar muridnya adalah Muhammad bin Al-Mutsanna Abu Musa dan Muhammad bin Ma’mar Al-Bahrani.[14] Selain itu dalam beberapa hadits setelah hadits di atas Al-Bazzar menyebutkan beberapa hadits dari Muhammad bin Ma’mar dengan tegsa menyebutkan Abu ‘Amir Abdul Malik bin ‘Amr. Dia adalah perawi kutub as-Sittah. Ahmad bin Hanbal menyarankan untuk menulis haditsnya, Ibnu Ma’in menganggapnya tsiqah dan Abu Hatim mengatakan dia shaduq.[15]
 Yahya Al-Himmani, lengkapnya adalah Yahya bin Abdul Hamid bin Abdurrahman bin Maimun Al-Himani, biografinya disebutkan oleh Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal 31/419 – 434, no. 6868 dan memang dia meriwayatkan hadits dari Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi. Juga disebutkan panjang lebar oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil[16] dan banyak kontroversi tentang dirinya, ada yang menyatakannya pendusta tapi ada pula yang menganggapnya tsiqah. Sementara itu Al-Hafizh Ibnu Hajar menyimpulkan dia ini seorang hafizh tapi mereka menuduhnya mencuri hadits.[17]
 Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi, perawi yang dipakai dalam al-kutub as-sittah (Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah dan Sunan An-Nasa`iy). Biografinya disebutkan oleh Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal 18/187 -194, no. 3470.
 Yazid bin Abdullah bin Usamah Ibnu Al-Haad Al-Laitsi, Ahmad bin Hanbal menganggap dia tidak ada masalah, Ibnu Ma’in menganggapnya tsiqah. Dia perawi yang dipakai dalam al-kutub as-sittah (shahihain dan empat sunan) dan disebutkan oleh Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal, 32/169-171, no. 7011.
‘Abadil bin Ubaidullah bin Abi Rafi’, demikian nama yang tertulis dalam Kasyf Al-Astar maupun dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, tapi yang benar adalah Abdullah bin Ubaidullah bin Abi Rafi’ yang kadang disebut juga Ibad. Biografinya disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil tanpa memberikan penilaian. Al-Mizzi mengatakan Muslim dan An-Nasa`iy memakai riwayatnya. Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab Ats-Tsiqat.[18]
 Ubaidullah bin Abi Rafi’, sekretaris Ali bin Abu Thalib dianggap tsiqah oleh Abu Hatim. Merupakan perawi yang dipakai oleh para penulis al-kutub as-sittah.[19]

Dengan demikian hadits Abu Rafi’ ini shahih, karena Yahya Al-Himmani dikuatkan oleh Abu ‘Amir Al-‘Aqadi. Wallahu a’lam.
Kedelapan belas, Hadits Maimunah Mawla Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.. Riwayatnya disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Itsbat ‘Adzab Al-Qabr dengan sanad sebagai berikut: Abu Al-Husain bin Busyran mengabarkan kepada kami, Hamzah bin Muhammad bin Al-Abbas mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ghalib mengabarkan kepada kami, Musa bin Mas’ud menceritakan kepada kami, Ikrimah bin ‘Ammar menceritakan kepada kami, dari Thariq bin Al-Qasim bin Abdurrahman, dari Maimunah mawla Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam,
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Wahai Maimunah, berlindunglah kepada Allah dari azab kubur.”
Dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah azab kubur itu benar-benar ada?”
Beliau menjawab, “Ya, dan salah satu azab kubur yang paling dahsyat adalah lantaran ghibah dan kencing.”
 Tinjauan sanad:
 Abu Al-Husain bin Busyran, Ali bin Muhammad bin Abdullah, guru Al-Baihaqi di sini disebutkan biografinya oleh Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (12/98) dan dia menyebutnya shaduq tsiqah tsabat berakhlak baik bersikap agamis.
 Hamzah bin Muhammad bin Al-Abbas bin Al-Fadhl bin Al-Harits bin Junadah, biografinya disebutkan oleh Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad 8/183, no. 4306) dan dia menyebutnya tsiqah.
Muhammad bin Ghalib bin Harb, dengan gelar Tamtam, Ad-Daraquthni mengatakan dia tsiqah terpercaya hanya saja dia salah dalam beberapa hadits. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat.[20]
 Musa bin Mas’ud Abu Hudzaifah An-Nahdi, dipakai oleh Al-Bukhari dalam shahihnya, Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakannya shaduq buruk hafalan.[21] Perawi seperti ini kalau dipakai dalam Shahih Al-Bukhari berarti haditsnya hasan.
 Ikrimah bin ‘Ammar, Muslim memakainya dalam shahihnya, Al-Hafizh Ibnu Hajar menganggapnya shaduq yaghlith (jujur tapi biasa salah). Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab Ats-Tsiqat di tingkatan tabi’in.[22]
Thariq bin Al-Qasim bin Abdurrahman, demikian yang tertulis dalam Itsbat ‘Azab Al-Qabr maupun dalam Syu’ab Al-Iman, tapi yang benar adalah Thariq bin Abdurrahman bin Al-Qasim sebagaimana terdapat dalam Tahdzib Al-Kamal, karena hanya nama ini yang meriwayatkan dari Maimunah binti Sa’id mawla Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan salah satu yang meriwayatkan darinya adalah Ikrimah bin ‘Ammar. Al-Hafizh Ibnu Hajar menganggapnya tsiqah.[23]
Kesembilan belas, Hadits Abdurrahman bin Hazaña. Ibnu Majah dalam sunannya, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy, dari Zaid bin Wahb, dari Abdurrahman bin Hasanah yang berkata, ”Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dengan membawa daraqah (perisai dari kulit) di tangan lalu meletakkannya dan beliau kemudian kencing menghadap ke daraqah itu. Melihat itu sebagian sahabat ada yang berkata, ”Lihatlah beliau kencing seperti wanita.” Hal itu didengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliaupun berkata, ”Gila kalian! Tidakkah kalian tahu apa yang menimpa seorang dari Bani Israil? Mereka itu bila terkena pakaian mereka air kencing maka harus digunting bagian yang kena itu dengan gunting. Tapi dia ini malah melarang mereka melakukan itu sehingga dia disiksa di dalam kuburnya.” (HR. Ibnu Majah, no. 346, kitab: Ath-Thaharah, bab: “At-Tasydid fil Baul”. Juga dikeluarkan oleh Abu Daud dalam sunannya no. 22, An-Nasa`iy dalam Al-Mujtaba, no. 30. Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim.)

C.    Penutup
Dari semua hadith-hadith di atas, kiranya sangat jelas sekali bahwa pesan moral yang disampaikan dalam hadits tersebut menyatakan bahwa siksa kubur adalah sesuatu yang pasti terjadi kelak pada hari kiamat. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah di mana beliau merupakan sosok yang bertugas untuk menyampaikan wahyu Allah pada ummatnya di seluruh dunia. Wallahu A’lam bi al-Sawab.
          














BIBLIOGRAPHI

Majma’ Az-Zawa`id, Al-Hafizh Al-Haitsami, Dar AlFikr Beirut, tahun 1412 H.
Shahih Al-Bukhari, cetakan Dar Al-fikr Beirut, 1414 H.
Shahih Muslim dengan syarh An-Nawawi, tahqiq: Muhammad Abdul 'Azhim, cetakan Dar At-Taqwa, tt.
Semua kitab Sunan yang empat
As-Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Musnad Ahmad bin Hanbal dengan tahqiq Syu’aib Al-Arnauth, program Maktabah Syamilah edisi III.
Shahih Fadhilah Amal, Anshari Taslim, Jernih Publishing
Tahdzib Al-Kamal, Al-Hafizh Yusuf bin Az-Zaki Al-Mizzi, tahqiq: Basysyar ’Awwad Ma’ruf, Muassasah Ar-Risalah Beirut, cet. I tahun 1400 H / 1980 M.
Taqrib At-Tahdzib, Ahmad bin Ali Ibnu Hajar Al-Asqalani, tahqiq: Ayman Arafah, Maktabah At-Taufiqiyyah, 2003 M. 
 Tarikh Baghdad, Al-Khathib Al-Baghdadi (Ahmad bin Ali), Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.
Al-Jarh wa At-Ta’dil, Abdurrahman bin Abu Hatim (Ibnu Abi Hatim), tahqiq: Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi, cetakan pertama dari percetakan majlis Da`irat Al-Ma’arif Al-‘Utsmaniyyah Haidar Abad Dakan India tahun 1952, dicopy oleh Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.
Irsyad Al-Qadhi wa Ad-Dani fii Tarajumi Syuyuukh Ath-Thabarani, Nayif bin Shalah bin Ali Al-Manshuri, Darul Kayan dan Maktabah Ibnu Taimiyah, cet. I, tahun 2006 M.
 Qathf Al-Azhar Al-Mutanatsirah fii Al-Akhbar Al-Mutawatirah, Abdurrahman As-Suyuthi, tahqiq: Syekh Khalil Muhyiddin Al-Miis, Al-Maktab Al-Islami, cet. I tahun 1985 M.
Ar-Ruh, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (Muhammad bin Abu Bakar), tahqiq: ‘Ishamuddin Ash-Shababithi, Dar Al-Hadits – Kairo, 1424 H / 2003 M.
 At-Tamhid limaa fil Muwaththa` minal Asanid, Yusuf bin Abdullah Ibnu Abdil Barr, tahqiq: Musthafa bin Ahmad Al-Alawi dan Muhammad bin Abdul Kabir Al-Bakri, Muassasah Al-Qurthubah, cet. 1967 M.
Syarh Aqidah Ath-Thahawiyyah, Ali bin Ali bin Muhammad bin Abu Al-Izz Al-Hanafi, tahqiq: Sejumlah ulama dengan takhrij dari Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami, cetakan ke-9, tahun 1408 H / 1988 M.
At-Tahrir Al-Murassakh fii Ahwaal Al-Barzakh, Muhammad bin Thulun Al-Hanafi, tahqiq: Abu Abdirrahman Al-Mishri Al-Atsari, Dar Ash-Shahabah lit Turats, Thantha – Mesir, cet. I tahun 1991 M.
 Ahwal Al-Qubur wa Ahwaal Ahliha ila An-Nusyuur, Ibnu Rajab Al-Hanbali, tahqiq: Khalid Abdul Lathif As Sab’ Al-‘Alami, Dar Al-Kitab Al-Arabi, cet. III, tahun 1994 M.











[1] Ibnu Abd al-Barr, At-Tamhid limaa fil Muwaththa` minal Asanid, Juz II (Beirut: Dar al-Shadar, t.th.), h. 677
[2] Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa Majmu’ Al-Fatawa juz 4, hal. 285
[3] Ahwal Al-Qubur, hal. 81.
[4] Syarh Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 399
[5] Ar-Ruh, hal. 72.
[6] Lihat Qathf Al-Azhar Al-Mutanatsirah, hal. 294-296.
[7] Hal. 159.
[8] Yang disebutkan adalah hadits Zaid bin Tsabit tentang bahwa umat ini diuji di dalam kubur mereka.
[9] Imam Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, t.tth.), h. 455. Lihat juga; Imam Muslim, Sahih Muslim, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, 1418), h. 876
[10]  Al-Mu’jam Al-Kabir 1/325, no. 968, Kasyf Al-Astar 1/411, no. 869.
[11] Al-Hathami, Majma’ Az-Zawa`id Juz 3 (Beirut: Dar al-Fikr, 1412), h. 177
[12] Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala, Juz 14 (Beirut: Dar Shadar, t.th.), h. 57.
[13] Irsyad Al-Qadhi wa Ad-Dani hal. 280-281.
[14]  Al-Mizzi, Tahdzib Al-Kamal, Juz 18 (Cairo: Dar al-Kutb, t.th.0, h. 364
[15] Al-Razi, Al-Jarh wa At-Ta’dil, Juz 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 1417), h. 359-360.
[16] Al-Jarh wa At-Ta’dil 9/168 – 170.
[17]  Ibnu Hajar al-Asqalani, Taqrib At-Tahdzib, Juz II (Maktabah At-Taufiqiyyah, 2003 M.), h. 205 
[18] Tahdzib Al-Kamal 15/249-250, no. 3402. At-Tsiqaat 7/32, no. 8876.
[19] Abu Hatim, al-Jarh wa At-Ta’dil, Juz 5 (Kairo: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, t,th), h. 357; Lihat juga; Al-Mizzi, Tahdzib Al-Kamal Juz 19, h. 567
[20] Su`aalaat Hamzah As-Sahmi li Ad-Daraquthni, hal. 73-77, Ats-Tsiqat 9/135, no. 15610.
[21] At-Taqrib 2/152, no. 7889.
[22] At-Taqrib 1/457, no. 5250, At-Tsiqaat 5/233, no. 4641.
[23] Tahdzib Al-Kamal 13/344, no. 2951, Taqrib At-Tahdzib 1/299, no. 3316.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar