MUTU PENDIDIKAN DAN PERMASALAHAN NYA
A.
Kesenjangan mutu pendidikan di Indonesia dan faktor penyebabnya
Tidak
dapat di pungkiri bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang di
harapkan apalagi jika di bandingkan dengan mutu pendidikan di Negara lain.
Hasil Survey Political end Economic Risk Consultancy (PERC) yang dilakukan pada
tahun 2000 tentang mutu pendidikan di kawasan asia, menetapkan Indonesia di
renking 12 setingkat dibawah Vietnam.
Selain
itu,mutu perguruan tinggi nasional di Indonesia juga sangat rendah yang
menempati rengking papan bawah dibandingkan dengan perguruan tinggi di kawasan
asia.Hasil riset mingguan Asiaweek(www.cnn.com/Asia
naw/Asiaweek)pada tahun 2000 menempatkan Universitas Indonesia Jakarta
menempati urutan 61,Universitas Gajah Mada Yogyakarta 68,Universitas Diponogora
Semarang 73,dan Universitas Airlangga Surabaya 75 dari 77 universitas
multidisiplin di asia,Australia dan Selandia Baru.Sedangkan untuk katagori Science anda technology
Scools,Institut teknologi Bandung menduduki peringkat 21 dari 39 universitas.
Merosotnya
mutu pendidikan di Indonesia secara umum dan mutu pendidikan tinggi secara
spesifik dilihat dari perspektif makro dapat disebabkan oleh buruknya sisten
pendidikan nasional(PERC,2000)dan rendahnya sumber daya manusia(SDM),yaitu
menempati peringkat 113 dari 177 negara di dunia.Data ini diperoleh sesuai
hasil survey tentang human Development Indek(HDI)oleh United Nation Developmen
Program UNDP (Brodjonegoro,dalam pikiran rakyat,28 Oktober,2005).
Rendahnya
sumber daya manusia Indonesia berdasarkan hasil survey UNDP tersebut adalah
akibat rendahnya mutu pendidikan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan,karena
itu salah satu kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional ialah
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.Selain itu,perluasan dan pemerataan
pendidikan secara akuntabilitas juga menjadi kebijakan pembanganan pendidikan
nasional(UUSPN NO.20 TAHUN 2003).
Dalam
perspektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan,di antaranya
faktor kurikulum,kebijakan pendidikan,fasilitas pendidikan,aplikasi teknologi
informasi dan komunikasi,dalam dunia pedidikan,khususnyan dalam kegiatan proses
belajar mengajar di kelas,di laboratorium,dan dikancah belajar lainnya,melalui
fasilitas internet,aplikasi metode,strategi dan pendekatan pendidikan yang
mutakhir dan modern,metode evaluasi pendidikan yang tepat,biaya pendidikan yang
memadai,manajemen pendidikan yang dilaksanakan secara professional,sumber daya
manusia para pelaku pendidikan yang terlatih,berpengetahuan,berpengalaman,dan
professional.Juga sangat penting adanya standar pendidikana nasional yang
mencakup standar : isi,proses,kompetensi lulusan,standar pendidikan dan tenaga
kependidikan,standar sarana dan prasarana,standar pengelolaan,pembiayaan,dan
standar penilaian pendidikan(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Dalam
pespektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus,faktor dominan yang
berpengaruh dan berkotribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang
professional dan guru yang sejahtera.Oleh karena itu,guru sebagai suatu
profesi,harus professional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidkan dan
pengajaran,pembimbingan dan pelatihanan yang dianamahkan kepadanya.Uraian
berikut ini akan menjelaskan tentang guru professional.
B.
Guru professional
sebagai Faktor Penentu Mutu Pendidikan
Guru sebgai komponen mikro penentu
dominan mutu pendidikan haruslah bermutu dan berkinerja baik dalam era
globalisasi dengan berusaha menguasai berbagai teknologi informasi dan
komunikasi,karena salah satu asfek yang mengalami perubahan dahsat dalan era
globalisasi ialah kemajuan teknologi dan komunikasi serta transportasi,yang
membuat dunia ini terasa semakin sempit.Guru sebagai komponen mikro penentu
mutu pendidikan dalam sistem pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat
strategis dalam proses pembelajaran secara khusus dan dalam proses pendidikan
secara umum.
Guru sebagai pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran ,menilai hasil
pembelajaran,melakukan bimbingan dan pelatihan,serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat,terutama bagi para pendidik di jenjang pendidikan
tinggi(UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab XI pasal 39 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Oleh karena itu,para guru wajib mengembangkan kemampuan
profesionalnya agar dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas,karena
pendidikan di masa yang akan dating menuntut keterampilan profesi pendidikan
yang bermutu(Megarry dan Dean,1999:12-14).
Guru sebagai tenaga professional yang merupakan faktor penentu mutu
pendidikan harus memiliki keterampilan manajemen di sekolah(Jones,2005)dan
harus berperan sebagai pengembang budaya belajar siswa(Sparks,2005:30)Selain
itu,guru yang professional harus memilki wawasan pengetahuan dan pengalaman
tentang sistem Informasi manajemen yang dikenal dengan sebutan SIM dewasa ini.
Dalam tingkatan operasional,guru merupakan penentu keberhasilan
pendidikan melalui kinerjanya,pada tingkat institusional,intruksional,dan
eksperensial(Surya,2000:4).Depdikbud(1994:64).menyatakan bahwa guru merupakan
sumber daya manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta
proses belajar mengajar yang bermutu dan
menjadi faktor utama yang menentukan mutu pendidikan.
Guru adalah tenaga professional, meraka harus terdidik dan terlatih
secara akademik dan professional serta mendapat pengakuan formal sebagaimana
mestinya (Depdiknas,2004:1) dan profesi mengajar yang harus memiliki status
profesi yang membutuhkan pengembangan (Tilaar,2001:142). Menyadari hal
tersebut, Depdiknas melakukan program sertifikasi berupa akta mengajar bagi lulusan ilmu kependidikan maupun non kependidikan
yang akan menjadi pendidik.
Guru sebgai tenaga professional harus memenuhi beberapa
kriteria,yaitu: (1) mempunyai kometmen terhadap siswa dan proses belajarnya,(2)
menguasai mata pelajran yang diajarkanya serta cara mengajar kepada siswa,(3)
bertanggung jawab mementau hasil belajar
siswa meleui berbagai cara evaluasi,dan (4) mampu berpikir sitimatis tentang
apa yang dilakukannya dan belajar dari lingkungan profesinya,jika dapat
memenuhio beberapa kriteriatersebut di atas,maka para guru akan menunjukkankinerja
yang baik(Hasan,2003:5).
Selain guru harus memenuhi beberapa kriteria tersebut di atas,guru
juga harus berkualifikasi berupa akademik
minimum dan sertfikasi sesuai dengan jenjang kewenangan
mengajar(UURI.No.20 2003 pasal 42 dan PPRI No.19 tahun 2005 Bab VI Pasal 28).Program sertfikasi guru akan
menjadi control yang mendorong para penyelenggara pendidikan untuk
meningkatakan profesionalismenya dan memberikan layanan maksimal kepada semua pihak yang berkepentingan atau
kepada stakeholders (Lengkanawati,2006:10). Sertifikasi dalam sistem pendidikan
guru ialah keseluruhan proses pendidikan guru
yang mencakup program D2,S1,dan pendidikan profesi(Gaffar,2005:6)
Ratih (Sukmadinata,2002:192)mengemukakan bahwa untuk menjadi guru
yang professional,ada beberapa kemampuan yang harus dimilki oleh para guru
,yaitu (1) Explaining informing,showing
how,initiating,directing,administering;(2) Unifying the group;(3) Giving
security;(4) Clarifying attudess,beliefs,problems;(5) Diagnosing learning
problems;(6) Making Curriculum materials;(7) Evaluating,recording,revorting;(8)
Enrichment community activities,(9) Organizing and arranging classroom; (10) Participating in school
activities.Kemampuan-kemampuan tersebut sebaiknya dapat diterapkan oleh para
guru untuk menuju profesionlisme.
Guru yang professional harus selalu kreatif dan produktif dalam
melakukan inovasi pendidikan untuk meningkatkan mutu
pendidikan(Danumihardja,2001:39).Namun untuk menyiapakan guru yang inovatif
sangat sulit jika dikaitkan dengan sistem kesejahteraan bagi tenaga guru di
Indonesia yang jauh datri memadai (Surya,2005:5).
C.
Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
Untuk meningkatkan Profesionalisme Guru di Institusi pendidikan
Peningkatan motivasi kerja , kinerja atau produktivitas kerja, dan pembagian
berbagai jenis pelatihan dan pendidikan profesi kepada para guru sangat di
perlukan. Selain itu, juga di perlukan kebijakan pemerintah dalam pengembangan
sumber daya manusia ( Muhadjir, 1992:119 ) melalui profesionalisasi pendidik dan
tenaga kependidikan dalam upaya meningkatkan mutu guru dan mutu pendidikan (
Chan dan Sam, 2005:53 )
Balitbang Depdikbut ( Fattah, 2000:59 ) juga mengemukakan bahwa ada
lima upaya dalam meningkatkan mutu guru, yaitu meningkatkan kemampuan
professional, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaan nya, dan kesejahteraan
yang memadai. Kelima faktor tersebut menjadi barometer dalam menngukur mutu
guru.
Peningkatan motivasi kerja guru dalam melakukan tugas-tugas
pendidikan sangat penting dilakukan oleh para menejer pendidikan di sekolah.
Sweeney dan McFarlin ( 2002:83 ) menyimpulkan bahwa motivasi ialah “ The Big
Issue,…. The most importante Issue in organizational behavior “. Dalam konteks manajemen
personalia, Deesler ( 1993:19 ) menyebut motivasi sebagai “isu sentral dalam
manajemen”. Memotivasi pegawai dalam bekerja selalu menjadi perhatian utama
para manajer dalam meningkatkan performasi kerja pegawai ( Luthan, 2002:259 ).
Para manajer menyadari bahwa motivasi kerja berhubungan erat dalam kinerja (
Sweeney dan McFarlin, 2002:84 )
Peningkatan kinerja juga penting dilakukan oleh guru itu sendiri
atau atas pengaruh motivasi kepala sekolah. Namun, kondisi kerja para Guru,
baik sifatnya fisik atau non fisik masih belum memberikan derajat kepuasan
kerja sehingga mempengaruhi kinerja guru ( Surya, 2005:5 ). Kondisi kerja
berupa kelas bocor, lantai pecah, kekurangan alat bantu, dan iklim hubungan
guru yang kurang baik mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja guru.
Kinerja guru tidak hanya ditunjukkan hasil kerja, akan tetapi
termasuk prilaku kerja. Murphy dan Cleveland ( 1991:92 ) menyatakan bahwa “job
performance should be defined in terms of behavior or in terms of the result of
behavior”. Namun, Stoner dan Winkel ( 1993:159 ) menyatakan bahwa kinerja
ialah hasil kerja secara nyata yang ditunjukkan oleh individu.
Lembaga Administrasi Negara ( 1993: 3 ) menyebut performasi sebagai
kinerja, yaitu gambaran tentang tingkat pencapaiaan pelaksanaan suatu kegiatan
dalam mewujudkan sasaran. Harley ( Siagian, 1996:14 ) menyebut kinerja sebagai
upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan untuk menghasilkan keluaran
dalam priode tertentu, dan Fattah ( 2004:19 ) mengartikan kinerja sebagai
kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi
dalam menghasilkan sesuatu.
Kinerja guru disekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-Faktor
tersebut, yaitu faktor kualifikasi standar guru dan relevansi antara bidang
keahlian guru dengan tugas mengajar ( Taufik, 2002:244 ). Gibson, et a. ( 1985
: 51-53 ) mengemukakan bahwa ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi
kinerja Individu, yaitu pertama variable Individu, variable organisasi, dan
variable psikologis individu. Cascio ( Sukmalana, 2003:21 ) menyatakan bahwa
abilitas dan motivasi merupakan faktor-faktot yang berinteraksi dengan kinerja,
motivasi berprestasi berhubungan dengan kinerja, profesionalisme berhubungan
dengan kinerja, dan motivasi berprestasi berhubungan degan profesionalisme dan
kinerja ( Abdullah 2002:39 ).
Peningkatan kepuasan kerja guru dalam bekerja juga dapat
ditingkatkan melalui layanan supervise oleh kepala sekolah. Kepuasan kerja guru
berkaitan dengan profesionalisme, motivasi, dan kinerja guru ( Struuss dan
Sayles, dalam faraser, 1985:13 ). Guru yang puas dalam bekerja cendrung
professional, motivasi kerja, dan kinerjanya bagus serta kaya degan ide-ide
ilmiah ( Hartwell, 1995 dalam http//www.newhorizon.org).
Namun yang menjadi permasalahan sekarang ialah motivasi kerja,
kinerja, dan profesionalisme guru di Indonesia masih rendah ( Nandika, 2005 ).
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari rendah nya mutu guru
sebagai faktor utama penentu mutu pendidikan. Karena itu, penelitian tentang
guru diperlukan untuk pengembangan professional guru ( Widiati, 2000:362 )
Rendahnya motivasi kerja dan kinerja guru yang mempengaruhi
rendahnya profesionalisme guru tidak terlepas dari rendahnya kontribusi kepala
sekolah dalam membina guru di sekolah melalui kegiatan supervisi ( Peter,
1994:67 ). Kebanyakan waktu para supervisor dihabiskan pada persoalan
administratif di sekolah ( Sergiovanni dan Starratt, 1993:1 ). Selain itu,
sekolah sebagai learning Organizatioan juga mempengaruhi motivasi kerja dan
kinerja guru.
PENEKANAN DAN ANALISIS
Salah satu pembahasan dalam bab ini yang menarik untuk diulas
adalah persoalan peningkatan mutu pendidikan dengan adanya tenaga pendidik
(guru) yang memiliki kompetensi sehingga layak untuk disebut sebagai guru yang profesional.
Sesuai amanat UU RI Nomor 20 Tahun 2003
Bab XI pasal 39 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru diwajibkan untuk mampu
mengembangkan profesionalitasnya agar dapat meningkatkan kinerja dalam
melaksanakan tugas. Dengan semakin meningkatnya kualitas guru, maka secara
linier, mutu pendidikan akan semakin meningkat.
Berbicara mengenai profesionalitas guru tentulah sangat menarik.
Dikatakan menarik karena guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan,
sehingga kemajuan pendidikan berada di tangan mereka, begitu pula mundurnya
kualitas pendidikan suatu bangsa sangat dimungkinkan oleh mutu gurunya.
Di Indonesia, salah satu langkah yang diambil oleh Departemen
Pendidikan Nasional guna memajukan kualitas pendidikan adalah dengan
diadakannya program sertifikasi guru berupa pemberian akta mengajar bagi lulusan ilmu kependidikan maupun non
kependidikan yang akan menjadi pendidik. Pemberian akta ini terlebih dahulu
dilakukan dengan beberapa analisis kemampuan guru yang bersangkutan, dengan
melihat perangkat pembelajaran, dan aspek-aspek yang lain, dan selanjutnya
dengan memberikan pelatihan profesi dalam jangka beberapa hari.
Melihat uraian pembahasan yang termuat dalam bab ini, penulis
melihat bahwa upaya peningkatan profesionalitas guru dengan jalur sertifikasi,
serta dengan menjadikan peningkatan motivasi kerja sebagai isu sentralnya merupakan
suatu yang penting. Namun, selain hal itu, persoalan pokok yang belum tersentuh
adalah aspek pengembangan integritas pendidik. Integritas yang dimaksud di sini
adalah aspek totalitas pada guru secara lahiriah dan batiniah.
Peningkatan profesionalitas guru tidak akan berjalan secara
sempurna jika hanya aspek manajarial dan perangkat-perangkat keras lainnya saja
yang mengalami peningkatan. Asepk psikis, karakter atau aspek ruhiyah
seorang guru juga sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa
tugas guru bukan semata mengajar dengan mentransfer pengetahuan terhadap
murid-muridnya semata, akan tetapi lebih jauh dari itu, mereka juga memiliki
tanggung jawab moral terhadap perkembangan kejiwaan, dan ahlak dari anak
didiknya. Anak didik bukanlah seperti robot yang hanya akan menjalankan
perintah sesuai program yang diinstalkan kepada mereka, akan tetapi mereka
adalah mahluk yang mampu berpikir, menerima pendidikan (animal educandum)
yang terdiri dari dua subtansi, yaitu subtansi jasadi dan ruh. Dengan
mengembangkan satu aspek saja pada mereka akan membuat jalan hidup mereka
timpang. Sehingga dengan demikian, maka pengembangan itu harus dilakukan dengan
menyentuh berbagai potensi yang termuat dalam diri mereka. Dan untuk menuju
kearah sana, maka langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dimulai
dengan pendidik yang profesional dan memiliki integritas secara lahiriah dan
batiniah, pendidik yang tidak hanya mengajarkan secara lisan, namun juga
diwujudkan dalam pendidikan nyata dalam bentuk tindakan atau perbuatan (bil
hal), pendidik yang bukan hanya mumpuni dalam hal manajerial dan
administrasi pembelajaran, akan tetapi juga piawai dalam memberikan uswah
dan suri tauladan yang baik kepada murid-muridnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar