Senin, 08 April 2013


MUTU PENDIDIKAN DAN PERMASALAHAN NYA

A.      Kesenjangan mutu pendidikan di Indonesia dan faktor penyebabnya

Tidak dapat di pungkiri bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang di harapkan apalagi jika di bandingkan dengan mutu pendidikan di Negara lain. Hasil Survey Political end Economic Risk Consultancy (PERC) yang dilakukan pada tahun 2000 tentang mutu pendidikan di kawasan asia, menetapkan Indonesia di renking 12 setingkat dibawah Vietnam.
Selain itu,mutu perguruan tinggi nasional di Indonesia juga sangat rendah yang menempati rengking papan bawah dibandingkan dengan perguruan tinggi di kawasan asia.Hasil riset mingguan Asiaweek(www.cnn.com/Asia naw/Asiaweek)pada tahun 2000 menempatkan Universitas Indonesia Jakarta menempati urutan 61,Universitas Gajah Mada Yogyakarta 68,Universitas Diponogora Semarang 73,dan Universitas Airlangga Surabaya 75 dari 77 universitas multidisiplin di asia,Australia dan Selandia Baru.Sedangkan  untuk katagori Science anda technology Scools,Institut teknologi Bandung menduduki peringkat 21 dari 39 universitas.
Merosotnya mutu pendidikan di Indonesia secara umum dan mutu pendidikan tinggi secara spesifik dilihat dari perspektif makro dapat disebabkan oleh buruknya sisten pendidikan nasional(PERC,2000)dan rendahnya sumber daya manusia(SDM),yaitu menempati peringkat 113 dari 177 negara di dunia.Data ini diperoleh sesuai hasil survey tentang human Development Indek(HDI)oleh United Nation Developmen Program UNDP (Brodjonegoro,dalam pikiran rakyat,28 Oktober,2005).
Rendahnya sumber daya manusia Indonesia berdasarkan hasil survey UNDP tersebut adalah akibat rendahnya mutu pendidikan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan,karena itu salah satu kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional ialah peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.Selain itu,perluasan dan pemerataan pendidikan secara akuntabilitas juga menjadi kebijakan pembanganan pendidikan nasional(UUSPN NO.20 TAHUN 2003).
Dalam perspektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan,di antaranya faktor kurikulum,kebijakan pendidikan,fasilitas pendidikan,aplikasi teknologi informasi dan komunikasi,dalam dunia pedidikan,khususnyan dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas,di laboratorium,dan dikancah belajar lainnya,melalui fasilitas internet,aplikasi metode,strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern,metode evaluasi pendidikan yang tepat,biaya pendidikan yang memadai,manajemen pendidikan yang dilaksanakan secara professional,sumber daya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih,berpengetahuan,berpengalaman,dan professional.Juga sangat penting adanya standar pendidikana nasional yang mencakup standar : isi,proses,kompetensi lulusan,standar pendidikan dan tenaga kependidikan,standar sarana dan prasarana,standar pengelolaan,pembiayaan,dan standar penilaian pendidikan(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Dalam pespektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus,faktor dominan yang berpengaruh dan berkotribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang professional dan guru yang sejahtera.Oleh karena itu,guru sebagai suatu profesi,harus professional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidkan dan pengajaran,pembimbingan dan pelatihanan yang dianamahkan kepadanya.Uraian berikut ini akan menjelaskan tentang guru professional.

B.      Guru professional sebagai  Faktor Penentu Mutu Pendidikan
Guru sebgai komponen mikro  penentu dominan mutu pendidikan haruslah bermutu dan berkinerja baik dalam era globalisasi dengan berusaha menguasai berbagai teknologi informasi dan komunikasi,karena salah satu asfek yang mengalami perubahan dahsat dalan era globalisasi ialah kemajuan teknologi dan komunikasi serta transportasi,yang membuat dunia ini terasa semakin sempit.Guru sebagai komponen mikro penentu mutu pendidikan dalam sistem pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat strategis dalam proses pembelajaran secara khusus dan dalam proses pendidikan secara umum.
Guru sebagai pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran ,menilai hasil pembelajaran,melakukan bimbingan dan pelatihan,serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,terutama bagi para pendidik di jenjang pendidikan tinggi(UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab XI pasal 39 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Oleh karena itu,para guru wajib mengembangkan kemampuan profesionalnya agar dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas,karena pendidikan di masa yang akan dating menuntut keterampilan profesi pendidikan yang bermutu(Megarry dan Dean,1999:12-14).
Guru sebagai tenaga professional yang merupakan faktor penentu mutu pendidikan harus memiliki keterampilan manajemen di sekolah(Jones,2005)dan harus berperan sebagai pengembang budaya belajar siswa(Sparks,2005:30)Selain itu,guru yang professional harus memilki wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang sistem Informasi manajemen yang dikenal dengan sebutan SIM dewasa ini.
Dalam tingkatan operasional,guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya,pada tingkat institusional,intruksional,dan eksperensial(Surya,2000:4).Depdikbud(1994:64).menyatakan bahwa guru merupakan sumber daya manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta proses belajar mengajar yang bermutu  dan menjadi faktor utama yang menentukan mutu pendidikan.
Guru adalah tenaga professional, meraka harus terdidik dan terlatih secara akademik dan professional serta mendapat pengakuan formal sebagaimana mestinya (Depdiknas,2004:1) dan profesi mengajar yang harus memiliki status profesi yang membutuhkan pengembangan (Tilaar,2001:142). Menyadari hal tersebut, Depdiknas melakukan program sertifikasi berupa akta mengajar  bagi lulusan ilmu kependidikan maupun non kependidikan yang akan menjadi pendidik.
Guru sebgai tenaga professional harus memenuhi beberapa kriteria,yaitu: (1) mempunyai kometmen terhadap siswa dan proses belajarnya,(2) menguasai mata pelajran yang diajarkanya serta cara mengajar kepada siswa,(3) bertanggung jawab mementau  hasil belajar siswa meleui berbagai cara evaluasi,dan (4) mampu berpikir sitimatis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari lingkungan profesinya,jika dapat memenuhio beberapa kriteriatersebut di atas,maka para guru akan menunjukkankinerja yang baik(Hasan,2003:5).
Selain guru harus memenuhi beberapa kriteria tersebut di atas,guru juga harus berkualifikasi berupa akademik  minimum dan sertfikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar(UURI.No.20  2003 pasal 42  dan PPRI No.19 tahun 2005 Bab  VI Pasal 28).Program sertfikasi guru akan menjadi control yang mendorong para penyelenggara pendidikan untuk meningkatakan profesionalismenya dan memberikan layanan maksimal  kepada semua pihak yang berkepentingan atau kepada stakeholders (Lengkanawati,2006:10). Sertifikasi dalam sistem pendidikan guru ialah keseluruhan proses pendidikan guru  yang mencakup program D2,S1,dan pendidikan profesi(Gaffar,2005:6)
Ratih (Sukmadinata,2002:192)mengemukakan bahwa untuk menjadi guru yang professional,ada beberapa kemampuan yang harus dimilki oleh para guru ,yaitu (1) Explaining informing,showing how,initiating,directing,administering;(2) Unifying the group;(3) Giving security;(4) Clarifying attudess,beliefs,problems;(5) Diagnosing learning problems;(6) Making Curriculum materials;(7) Evaluating,recording,revorting;(8) Enrichment community activities,(9) Organizing and arranging classroom;     (10) Participating in school activities.Kemampuan-kemampuan tersebut sebaiknya dapat diterapkan oleh para guru untuk menuju profesionlisme.
Guru yang professional harus selalu kreatif dan produktif dalam melakukan inovasi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan(Danumihardja,2001:39).Namun untuk menyiapakan guru yang inovatif sangat sulit jika dikaitkan dengan sistem kesejahteraan bagi tenaga guru di Indonesia yang jauh datri memadai (Surya,2005:5).
C.    Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
Untuk meningkatkan Profesionalisme Guru di Institusi pendidikan Peningkatan motivasi kerja , kinerja atau produktivitas kerja, dan pembagian berbagai jenis pelatihan dan pendidikan profesi kepada para guru sangat di perlukan. Selain itu, juga di perlukan kebijakan pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia ( Muhadjir, 1992:119 ) melalui profesionalisasi pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya meningkatkan mutu guru dan mutu pendidikan ( Chan dan Sam, 2005:53 )
Balitbang Depdikbut ( Fattah, 2000:59 ) juga mengemukakan bahwa ada lima upaya dalam meningkatkan mutu guru, yaitu meningkatkan kemampuan professional, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaan nya, dan kesejahteraan yang memadai. Kelima faktor tersebut menjadi barometer dalam menngukur mutu guru.
Peningkatan motivasi kerja guru dalam melakukan tugas-tugas pendidikan sangat penting dilakukan oleh para menejer pendidikan di sekolah. Sweeney dan McFarlin ( 2002:83 ) menyimpulkan bahwa motivasi ialah “ The Big Issue,…. The most importante Issue in organizational behavior “. Dalam konteks manajemen personalia, Deesler ( 1993:19 ) menyebut motivasi sebagai “isu sentral dalam manajemen”. Memotivasi pegawai dalam bekerja selalu menjadi perhatian utama para manajer dalam meningkatkan performasi kerja pegawai ( Luthan, 2002:259 ). Para manajer menyadari bahwa motivasi kerja berhubungan erat dalam kinerja ( Sweeney dan McFarlin, 2002:84 )
Peningkatan kinerja juga penting dilakukan oleh guru itu sendiri atau atas pengaruh motivasi kepala sekolah. Namun, kondisi kerja para Guru, baik sifatnya fisik atau non fisik masih belum memberikan derajat kepuasan kerja sehingga mempengaruhi kinerja guru ( Surya, 2005:5 ). Kondisi kerja berupa kelas bocor, lantai pecah, kekurangan alat bantu, dan iklim hubungan guru yang kurang baik mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja guru.
Kinerja guru tidak hanya ditunjukkan hasil kerja, akan tetapi termasuk prilaku kerja. Murphy dan Cleveland ( 1991:92 ) menyatakan bahwa “job performance should be defined in terms of behavior or in terms of the result of behavior”. Namun, Stoner dan Winkel ( 1993:159 ) menyatakan bahwa kinerja ialah hasil kerja secara nyata yang ditunjukkan oleh individu.
Lembaga Administrasi Negara ( 1993: 3 ) menyebut performasi sebagai kinerja, yaitu gambaran tentang tingkat pencapaiaan pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran. Harley ( Siagian, 1996:14 ) menyebut kinerja sebagai upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan untuk menghasilkan keluaran dalam priode tertentu, dan Fattah ( 2004:19 ) mengartikan kinerja sebagai kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.
Kinerja guru disekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-Faktor tersebut, yaitu faktor kualifikasi standar guru dan relevansi antara bidang keahlian guru dengan tugas mengajar ( Taufik, 2002:244 ). Gibson, et a. ( 1985 : 51-53 ) mengemukakan bahwa ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi kinerja Individu, yaitu pertama variable Individu, variable organisasi, dan variable psikologis individu. Cascio ( Sukmalana, 2003:21 ) menyatakan bahwa abilitas dan motivasi merupakan faktor-faktot yang berinteraksi dengan kinerja, motivasi berprestasi berhubungan dengan kinerja, profesionalisme berhubungan dengan kinerja, dan motivasi berprestasi berhubungan degan profesionalisme dan kinerja ( Abdullah 2002:39 ).
Peningkatan kepuasan kerja guru dalam bekerja juga dapat ditingkatkan melalui layanan supervise oleh kepala sekolah. Kepuasan kerja guru berkaitan dengan profesionalisme, motivasi, dan kinerja guru ( Struuss dan Sayles, dalam faraser, 1985:13 ). Guru yang puas dalam bekerja cendrung professional, motivasi kerja, dan kinerjanya bagus serta kaya degan ide-ide ilmiah ( Hartwell, 1995 dalam http//www.newhorizon.org).
Namun yang menjadi permasalahan sekarang ialah motivasi kerja, kinerja, dan profesionalisme guru di Indonesia masih rendah ( Nandika, 2005 ). Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari rendah nya mutu guru sebagai faktor utama penentu mutu pendidikan. Karena itu, penelitian tentang guru diperlukan untuk pengembangan professional guru ( Widiati, 2000:362 )
Rendahnya motivasi kerja dan kinerja guru yang mempengaruhi rendahnya profesionalisme guru tidak terlepas dari rendahnya kontribusi kepala sekolah dalam membina guru di sekolah melalui kegiatan supervisi ( Peter, 1994:67 ). Kebanyakan waktu para supervisor dihabiskan pada persoalan administratif di sekolah ( Sergiovanni dan Starratt, 1993:1 ). Selain itu, sekolah sebagai learning Organizatioan juga mempengaruhi motivasi kerja dan kinerja guru.
PENEKANAN DAN ANALISIS
Salah satu pembahasan dalam bab ini yang menarik untuk diulas adalah persoalan peningkatan mutu pendidikan dengan adanya tenaga pendidik (guru) yang memiliki kompetensi sehingga layak untuk disebut sebagai guru yang profesional. Sesuai amanat  UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab XI pasal 39 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru diwajibkan untuk mampu mengembangkan profesionalitasnya agar dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas. Dengan semakin meningkatnya kualitas guru, maka secara linier, mutu pendidikan akan semakin meningkat.
Berbicara mengenai profesionalitas guru tentulah sangat menarik. Dikatakan menarik karena guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan, sehingga kemajuan pendidikan berada di tangan mereka, begitu pula mundurnya kualitas pendidikan suatu bangsa sangat dimungkinkan oleh mutu gurunya.
Di Indonesia, salah satu langkah yang diambil oleh Departemen Pendidikan Nasional guna memajukan kualitas pendidikan adalah dengan diadakannya program sertifikasi guru berupa pemberian akta mengajar  bagi lulusan ilmu kependidikan maupun non kependidikan yang akan menjadi pendidik. Pemberian akta ini terlebih dahulu dilakukan dengan beberapa analisis kemampuan guru yang bersangkutan, dengan melihat perangkat pembelajaran, dan aspek-aspek yang lain, dan selanjutnya dengan memberikan pelatihan profesi dalam jangka beberapa hari.
Melihat uraian pembahasan yang termuat dalam bab ini, penulis melihat bahwa upaya peningkatan profesionalitas guru dengan jalur sertifikasi, serta dengan menjadikan peningkatan motivasi kerja sebagai isu sentralnya merupakan suatu yang penting. Namun, selain hal itu, persoalan pokok yang belum tersentuh adalah aspek pengembangan integritas pendidik. Integritas yang dimaksud di sini adalah aspek totalitas pada guru secara lahiriah dan batiniah.
Peningkatan profesionalitas guru tidak akan berjalan secara sempurna jika hanya aspek manajarial dan perangkat-perangkat keras lainnya saja yang mengalami peningkatan. Asepk psikis, karakter atau aspek ruhiyah seorang guru juga sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa tugas guru bukan semata mengajar dengan mentransfer pengetahuan terhadap murid-muridnya semata, akan tetapi lebih jauh dari itu, mereka juga memiliki tanggung jawab moral terhadap perkembangan kejiwaan, dan ahlak dari anak didiknya. Anak didik bukanlah seperti robot yang hanya akan menjalankan perintah sesuai program yang diinstalkan kepada mereka, akan tetapi mereka adalah mahluk yang mampu berpikir, menerima pendidikan (animal educandum) yang terdiri dari dua subtansi, yaitu subtansi jasadi dan ruh. Dengan mengembangkan satu aspek saja pada mereka akan membuat jalan hidup mereka timpang. Sehingga dengan demikian, maka pengembangan itu harus dilakukan dengan menyentuh berbagai potensi yang termuat dalam diri mereka. Dan untuk menuju kearah sana, maka langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dimulai dengan pendidik yang profesional dan memiliki integritas secara lahiriah dan batiniah, pendidik yang tidak hanya mengajarkan secara lisan, namun juga diwujudkan dalam pendidikan nyata dalam bentuk tindakan atau perbuatan (bil hal), pendidik yang bukan hanya mumpuni dalam hal manajerial dan administrasi pembelajaran, akan tetapi juga piawai dalam memberikan uswah dan suri tauladan yang baik kepada murid-muridnya.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar